Sabtu, 22 November 2014

Secangkir Coklat Harapan



Langit kota Bengkulu terlihat sedikit mendung, tetesan air dari langit mulai jatuh membasahi bumi, aku yang tengah duduk di pasir pantai Panjang pun dengan terpaksa harus lari mencari tempat berteduh. Aku berlari-lari kecil memasuki plataran sebuah kafe, menyapu butiran air yang menetes di baju yang aku kenakan dengan tangan, kafe ini tidak terlalu ramai hanya beberapa orang yang terlalu sibuk dengan obrolan santai mereka dan tidak perduli dengan sekitar. Aku mengedarkan pandanganku kesemua sudut ruangan dan memutuskan untuk duduk di dekat jendela yang tampak kabur karena tetesan air hujan diluar. Dari tempat dudukku aku dapat melihat pemandangan dari tiga sudut sekaligus yaitu pemandangan deburan ombak yang menggulung tinggi disertai angin yang kencang, orang-orang yang berlalu-lalang menghindar dari hujan, serta pemandangan jalanan yang dipenuhi dengan mobil-mobil yang bolak-balik. Deringan ponsel milikku menghentikan kegiatanku menatap apa yang ada dibalik kaca kafe ini

‘kau dimana ? kami kembali lagi kepantai dan mencari-carimu’

 itu pesan singkat yang dikirimkan oleh sahabatku Vania, dengan cekatan aku mengetikkan beberapa kata untuk membalas pesan Vania yang memberitahukan pada mereka bahwa aku berada dikafe dekat pantai Panjang, tidak lama kemudian aku melihat dua orang sedang berlarian menuju kafe ini dengan menutupi kepala mereka menggunakan tas yang mereka bawa. Mereka berdua sahabatku Vania dan Kira, dua orang yang dengan tega-teganya meninggalkan aku yang sedang asik menikmati pasir pantai disertai deburan ombak yang sesekali menghantap kakiku sedangkan mereka berkeliling dan mencari pernak-pernik di pusat perbelanjaan yang dekat dari pantai yaitu BIM.

Aku menyandarkan punggungku kekursi dan melipat tanganku didepan dada, entah kenapa aku begitu tertarik memandangi seorang pria yang berjalan menggunakan payung transparan miliknya,bukan... bukan karena dia tampan tapi karena aku melihat tingkahnya yang begitu kekanak-kanakan, benar-benar tidak sesuai dengan penampilan yang ia tunjukkan, bagaimana tidak, dengan postur tubuh yang bisa dikatakan ideal untuk seorang model dengan tinggi 178 cm dan otot-otot yang terlihat kekar ia sangat terlihat mempesona dan jangan lupakan tentang bagaimana cara ia menata rambutnya, ya rambutnya benar-benar tertata rapi. Tapi predikat sempurna itu akan langsung ditepis jika kalian melihat bagaimana kelakuan laki-laki itu yang begitu kekanak-kanakan bermain hujan, dan terlihat sangat bahagia ketika tetesan air dari langit itu menetes ditelapak tangannya.
 “ Hei !!! jangan suka melamun itu akan membuatmu lebih cepat terserang penyakit pikun” ujar Kira mengejutkanku dan aku hanya menanggapinya dengan senyuman, ya... karena aku memang tidak melamun bahkan aku sangat menyadari kehadiran mereka berdua.
“ Anda ingin memesan sesuatu “ kami bertiga menoleh saat mendengar suara yang berasal dari arah kanan ku. Dengan berbarengan kami mendongak dan mengangguk kearah pelayan yang langsung menyodorkan buku menu pada kami.
“ Coklat panas ” jawab kami secara bersamaan tanpa melihat buku menu terlebih dahulu, kami bertiga tertawa bersamaan saat menyadari kami memiliki pikiran yang sama.
“Baiklah silahkan menunggu sebentar, saya permisi”
Setelah pelayan itu pergi aku melanjutkan lagi kegiatanku yang sempat terganggu,laki-laki itu masih memainkan tetesan air hujan yang menetes melewati jeruji payung miliknya, seorang laki-laki yang dengan polosnya menutup kedua matanya dan mengadahkan tangannya keatas dan mulai menikmati sejuknya tetesan air yang mengenai wajahnya, aku penasaran apa yang membuatnya begitu menyukai hujan,bukankah kegiatan seperti itu hanya ada di drama-drama, dan biasanya hanya perempuanlah yang melakukan hal itu, aku heran apa yang membuat orang itu begitu menyukai hujan sedangkan orang lain dengan sangat terburu-buru menghindar dari hujan? “ Anna kau tahu, kau orang yang terlalu mudah penasaran dengan apa yang menurutmu itu ganjil, berhentilah melakukan hal itu, tidak semua orang menyukainya “ ujar Vania memperingatkanku untuk berhenti memperhatikan orang lain, karena menurutnya itu tindakan yang tidak sopan. “ Ya... aku tahu, tapi ini sangat menarik “ jawabku dengan diiringi kekehan kecil karena mengingat tingkah konyol laki-laki tadi, tapi... tunggu kemana perginya laki-laki itu? Dengan rasa penasaran yang begitu membuncah membuatku ingin sekali menemukan keberadaan laki-laki itu, tunggu bukankah laki-laki yang berdiri didekat lampu lalu lintas itu adalah laki-laki yang aku lihat tadi? Sejak kapan dia disana? Tapi apa yang dia lakukan disana bahkan dia tidak bergeming dari tempatnya saat lampu lalu lintas menunjukkan warna merah, aku tidak tahu pasti apa yang laki-laki itu lakukan tapi... dia mendongakkan kepalanya keatas menatap langit dengan mata terpejam, 
“Hei... coba kalian lihat orang yang berdiri didekat lampu lalu lintas itu aku merasa bahwa dia sedang mencium bau sesuatu, lihatlah bahkan dia tidak memperdulikan tetesan air yang mulai membasahi wajahnya “ ujarku pada kedua sahabatku yang memang sedang melakukan hal yang sama sepertiku yaitu memperhatikan orang-orang yang berlalu lalang “ Ya... aku melihatnya dia laki-laki yang tampan “ komentar sahabatku Kira “ Tentu kami melihatnya Anna, dia laki-laki yang sedari tadi kau perhatikan bukan? “ aku heran kenapa Vania suka sekali menggodaku, baiklah aku akui, aku memang memperhatikan laki-laki itu sedari tadi, tapi apakah dia harus memperjelas kegiatanku ckckck... menyebalkan. “Oh... benarkah, sahabat kita Anna sedari tadi sedang memperhatikan seorang laki-laki?” tanya sahabatku Kira dengan ekspresi terkejut yang kentara sekali dibuat-buat, aku mengangkat bahuku sekilas sebagai respon dan mulai hanyut lagi dengan kegiatanku memandangi laki-laki yang masih berdiri didekat lampu lalu lintas, laki-laki itu melakukannya cukup lama, sampai lampu lintas sudah berganti warna hijau dan merah kembali. Tapi kali ini laki-laki itu sepertinya sadar untuk segera bergerak bergabung dalam kerumunan orang-orang yang berlalu lalang.
Aku sedikit menahan nafas saat melihat laki-laki itu berhenti didepan kafe dan tersenyum kearah seseorang yang sepertinya berdiri didepan pintu kafe, karena posisiku yang sekarang aku tidak bisa melihat siapa orang itu.

****
            “Kau melakukannya lagi, menghirup aroma hujan kesukaanmu sampai lupa waktu? Kali ini kau melakukannya dimana?” laki-laki yang dicecar pertannyaan oleh ibunya itu tersenyum sambil mengacak rambutnya yang basah terkena air hujan, lalu meletakkan payungnya ke rak payung yang terletak didepan pintu masuk kafe.
            Dari arah itu dia bisa melihat bagian dalam kafe, dia merasa ada seseorang yang memperhatikannya, dan menyadari ada tiga orang perempuan yang duduk di sudut kafe itu, tapi hanya ada satu perempuan yang duduk sendiri dan menghadap kearahnya sedangkan kedua temannya duduk didepannya dan memunggungi laki-laki itu. Gadis itu menoleh kearah lain, jadi dia tidak perlu merasa takut ketahuan jika dia sedari tadi memperhatikan laki-laki itu.
            Kesan pertamanya adalah gadis itu tampak cantik dalam balutan kemeja putih polos pas badan miliknya dengan jeans warna biru dan rambut ikal miliknya yang di ikat ekor kuda, sederhana tapi mempesona, jangan lupakan aura dingin yang sangat kentara benar-benar terlihat seperti seorang gadis yang tertutup.
            Laki-laki itu menggelengkan kepalanya, berusaha menjernihkan pikirannya lagi. Ini bukan waktu yang tepat untuk memperhatikan penampilan seorang gadis bukan?
“ Hanya di lampu merah seberang “ jawab laki-laki itu singkat, untuk menjawab pertannyaan ibunya tadi, lalu melangkah masuk ke dalam kafe, langsung menuju dapur yang dipenuhi aroma kue, kopi, dan tentu saja coklat.
“ Aku tidak pernah mengerti dengan hobimu yang satu ini” cetus ibunya tidak habis fikir dengan sifat anaknya, sebelum ini anaknya adalah seorang laki-laki yang dingin dan tidak pernah perduli dengan sekitarnya, tapi semenjak kematian kekasihnya tahun lalu laki-laki itu berubah 180 derajat. Kekasihnya meninggal karena tergulung ombak di pantai Panjang, meski masih sempat dibawa ke rumah sakit dalam kondisi sekarat, tapi kemudian meninggal keesokan harinya, setelah meninggalkan pesan terakhirnya, inti dari pesan itu adalah bahwa kekasihnya menginginkan laki-laki itu menjadi seorang pribadi yang lebih hangat dan ceria, bukan pribadi yang tertutup dan tidak perduli dengan sekitarnya. Sesuatu yang kemudian diinterpretasikan oleh anaknya menjadi sesuatu yang mengikuti hobi kekasihnya, yaitu selalu menikmati hujan didekat pantai lalu beranjak dan menghirup aroma hujan didekat lampu lalu lintas.
“ Ini tepat satu tahun, kau ingat janjimu? “ tanya ibunya memastikan.
            Laki-laki itu menganggukan kepalanya, ya hari ini tepat satu tahun masa berkabung bagi Vano, dia harus mencoba untuk membuat kue, kopi, dan coklat lagi di kafe ini, bagaimanapun juga kafe ini adalah tanggung jawabnya, apakah harus dia membebankan tanggung jawabnya pada ibunya? Sedangkan ibunya selalu khawatir memikirkan bagaimana dirinya selama ini.
“ Kau tahu coklat panas buatanmu itu adalah minuman yang paling enak didunia “
  “Sebagai satu-satunya hal yang bisa aku lakukan dengan sangat baik didapur, tentu saja aku harus menjadi yang terhebat” ucap Vano sambil menyunggingkan senyumnya “Pesanan mana yang belum dibuat? “ tanya Vano pada ibunya.
  “Semuanya sudah selesai tinggal diantarkan, tunggu saja pelanggan berikutnya” ujar ibunya tanpa melihat salah satu karyawannya tengah kerepotan membuat coklat panas dengan wajah yang terlihat sedang menahan sesuatu.
  “Bos... tolong bantu Nina, dia punya sedikit kendala disini, aku tahu ini tidak sopan tapi... kau yang terbaik dalam urusan ini” panggil seorang pegawai dengan cekatan Vano menghampiri pegawai yang dimaksud tadi.
  “Coklat panas ini untuk siapa ?” tanya Vano pada pelayan tersebut, pelayan itu menunjuk kearah tiga orang perempuan yang sedang asik mengobrol disudut ruangan kafe dekat jendela. “ Kenapa hanya dua? Bukankah ada tiga orang yang duduk disana?” tanya Vano pada pelayanan itu “Bos maaf tapi saya harus ke toilet sekarang tidak apa-apa bukan, jika bos yang membuat satu coklat panas lagi?” tanya pelayanan itu dengan wajah bersalah, Vano hanya menganggukkan kepalanya sebagai respon.
            “Fabian... “ panggil Vano pada seorang pelayan kafe miliknya “ Ya bos, ada apa? “ “Tolong kamu bawa coklat panas ini ke meja yang ada disudut ruangan, tapi tolong hanya berikan pada kedua perempuan yang duduk bersebelahan saja, biarkan yang duduk sendiri aku yang membuat coklat panas miliknya” intruksi Vano pada pelayan kafe miliknya sambil menunjuk tempat duduk yang berada disudut ruangan kafe dekat jendela.
            “Coklat panas pertamaku harus untuk pelanggan yang istimewa, bukankah begitu bu?” tanya Vano sambil menyunggingkan senyum asimetris miliknya. “Baiklah terserah kau saja “ tandas ibunya, sambil memberi tanda agar pelayan itu segera mengantarkan coklat panas pesanan pelanggan mereka. Diam-diam ibunya tersenyum melihat anaknya kembali, anaknya yang sekarang tidak akan menutup hatinya lagi, buktinya entah disadari ataupun tidak oleh Vano tapi dia sudah mulai membuka hatinya lagi untuk seorang gadis manis yang duduk bersama teman-temannya disudut ruangan. Didalam hati ibu laki-laki itu terselip harapan sederhana untuk putranya, semoga putranya akan segera terbebas dari bayang-bayang masa lalu, ya itulah harapan sederhana seorang ibu, selalu dan selalu mendoakan kebaikan untuk anak-anaknya.
            Vano tidak pernah melupakan bagaimana cara membuat coklat panas, resepnya, bahkan tehnik khususnya pun masih sangat dia ingat. Saat itu... ada setitik harapan untuk orang pertama yang mencicipi coklat panas pertamanya setelah satu tahun berlalu dalam penuh kesedihan, satu harapan sederhananya adalah semoga gadis itu menyukai coklat panas buatannya, harapan lainnya semoga coklat buatannya bisa menjadi sumber energi untuk gadis itu mengawali pagi yang indah, dari siang yang mendung, dan malam yang melelahkan.

****

            “Permisi nona... ini pesanan anda, maaf untuk pesanan satu cangkir coklat panas lagi harap menunggu” ujar pelayanan itu pada kami bertiga sambil meletakkan kedua cangkir coklat panas didepan Vania dan Kira. Haahh... menyebalkan kenapa aku harus yang menunggu lagi untuk menikmati coklat panas pertamaku di pagi ini? Baiklah kontrol emosimu Anna, bukankah akan sangat memalukan jika kau marah-marah hanya karena secangkir coklat panas, bahkan itu sangat-sangat memalukan sekaligus kekanak-kanakan.
            Coklat panas pertamaku pagi ini, hangat dengan aroma khas yang menguar, manis bercampur wangi yang menenangkan. Aku mengangkat cangkir coklat panas milikku dan mendekatkannya ke mulut, merasakan sesapan pertama dari coklat panas milikku, manis dan ada rasa hangat menyenangkan yang mengalir dari tenggorokan ke perutku. Aku sudah mencoba berbagai jenis coklat panas yang dijual di Bengkulu, tapi kali ini aku datang ketempat ini, membuatku sedikit merasa menyesal karena sudah melewatkan coklat panas terenak yang pernah aku cicipi, ini bayaran yang setimpal karena aku menunggu terlalu lama coklat panas pesananku, ternyata rasanya benar-benar menakjubkan. “Ini benar-benar coklat terenak yang pernah aku minum, bagaimana menurut kalian berdua?” tanyaku pada kedua sahabatku meminta persetujuan dari mereka, tapi mereka hanya menatapku bingung “Apa maksudmu Anna? Kau terlalu berlebihan, rasanya sama saja dengan coklat panas yang sering kita beli, bukankah begitu Vani?” Vania hanya menganggukan kepalanya sebagai respon pertannyaan Kira, “Benarkah, rasanya sama saja? Tapi sungguh, coklat panas milikku terasa sangat enak, jika kalian tidak mempercayainya coba saja coklat panas milikku” aku berusaha menjelaskan pada mereka dan membiarkan mereka mencoba coklat panas milikku “ kau benar Anna, rasanya berbeda, entahlah tapi ini terasa benar-benar sesuai takaran, ya... walaupun aku tidak tahu seperti apa itu coklat panas yang sesuai takaran, tapi menurutku seperti rasa coklat panas milikmu” ujar Vania menjelaskan panjang lebar pada kami, mereka mengatakan aku berlebihan tapi ternyata respon mereka lebih berlebihan dariku, apa itu coklat panas yang sesuai takaran? Bahkan dia mengatakan bahwa dia tidak tahu seperti apa itu coklat panas yang sesuai takaran, benar-benar gadis aneh ckckck.
            Hujan perlahan-lahan mulai reda, aku meminum tegukan terakhir coklat milikku, bersiap untuk merasakan sedikit rasa pusing yang akan terjadi akibat meminum coklat, entahlah aku sedikit aneh dengan kodisi tubuhku, aku menyukai coklat, tapi aku harus rela merasakan pusing selama 5 menit setelah coklatnya habis. Tapi di detik yang sama, tepat cairan itu mengalir masuk kedalam kerongkonganku sambil menghitung didalam hati 1 sampai 5 aku tertegun karena tidak merasakan rasa pusing yang biasanya selalu terjadi setelah aku meminum coklat panas,entah mengapa tapi aku merasa setiap tegukan yang aku lakukan terasa ringan dan manis. “Hujan mulai berhenti, bagaimana jika setelah ini kita ke daerah Pasar Minggu, lalu kita berkeliling Mega Mall, kita menonton di 21 lalu kita__” Kira memotong ucapanku dengan wajah yang terlihat syok, ada apa dengan wajahnya? Mengapa harus mengeluarkan ekspresi seperti itu ? “Anna, kau tidak merasakan pusing setelah meminum coklat panas? Wahh... hebat” dia menunjukkan wajahnya yang terlihat seperti orang bodoh, baiklah ini memang mengagumkan tapi, apakah harus dia mengeluarkan wajah bodohnya secara terang-terangan seperti itu? Jika kalian penasaran bagaiaman ekspresi Vania saat ini maka jawabannya, ekspresinya hampir sama seperti yang di tunjukkan oleh Kira. Aku tidak habis fikir mengapa mereka harus berlebihan seperti itu.
            “Ayo mau sampai kapan kalian disini, sekarang hujan mulai reda kita harus melanjutkan kegiatan kita yang sempat tertunda” seru Kira dengan semangat yang menggebu-gebu, ya... mungkin ini yang membuat persahabatan kami tetap bertahan, sifat yang berbeda-beda dan kepribadian yang berbeda pula, aku merasa kami saling mempercayai satu sama lain karena disaat satu orang merasa lelah maka yang lainnya akan saling menguatkan dan saling menghibur, sekarang aku sadar makna dari kata-kata temanmu menunjukkan siapa dirimu, karena memang begitulah kenyataanya.
            Kamipun beranjak dari tempat duduk kami dan berjalan menuju kasir, membayar coklat panas pesanan kami, dan berniat untuk pergi, tapi aku mengurungkan niatku dan berbalik menatap seseorang yang menjaga meja kasir. “Tolong katakan pada orang yang membuat coklat panas untukku, terima kasih coklatnya sangat enak, dan aku menyukai efek terakhir yang aku rasakan. Dia hebat” ujarku pelan pada penjaga kasir itu sambil tersenyum.

****

            Laki-laki itu menghentikan langkahnya di depan sebuah makam, kemudian berdo’a lalu setelahnya dia meletakkan bunga lili putih yang dibawanya keatas pusara. Matahari tidak bersinar terlalu cerah karena tertutup awan, cuaca yang selalu disukai oleh kekasihnya, cuaca yang selalu di nanti-natikan oleh orang yang kini telah terbaring dengan damai didalam pusara yang laki-laki itu kunjungi. Mungkin akan terlihat sedikit aneh jika dia berbicara seorang diri didepan sebuah makam, oleh karena itu Vano lebih memilih memejamkan matanya dan bermonolog didalam hati.
‘Hai... hari  ini tepat satu tahun aku kehilanganmu’ucapnya sambil tersenyum tipis dengan kedua matanya yang masih terpejam
‘Hari ini adalah hari terakhir masa berkabungku, jadi setelah ini aku akan bersikap seperti Vano yang dulu. Tapi tenanglah, aku akan mencoba untuk bersikap lebih perduli dengan orang-orang disekitarku, dan kau tahu sekarang aku mulai terbiasa dengan kegiatan yang sering kau lakukan dulu yaitu menikmati hujan. Ya... dan sekarang aku juga mengerti mengapa kau begitu menikmati hujan’
 ‘Re, aku membuat coklat panas pertamaku tadi pagi, orang itu mengucapkan terima kasih, kau harus tahu dia sangat cantik dan aku harap kau tidak cemburu dengan itu semua,. Dia bilang dia menyukai rasa coklat panas buatanku, persis sepertimu hanya yang membedakan kalian adalah sifatmu yang periang dan feminim sedangkan dia terlihat sedikit tomboy’ laki-laki itu menarik nafasnya berat kemudian mengeluarkanya dengan perlahan, dengan posisi yang masih sama, memejamkan keduamatanya ‘aku fikir aku menyukainya, maaf Re tapi aku menyukai gadis itu tanpa sebuah alasan, apa boleh aku menyukainya Re? Kau mengizinkanku bukan?’dan seperti de javu angin lembut yang tiba-tiba muncul itu menerpa wajahnya dan bersamaan dengan itu Vano mendengan suara seseorang yang sangat ia kenali mengatakan‘Ya tentu kau boleh melakukannya, aku senang kau bisa melanjutkan hidupmu dengan benar’ujar suara itu mengalun lembut, selembut kapas dan berlahan-lahan laki-laki itupun membuka matanya dan berjalan berlahan menuju pintu keluar pemakaman.

****
            Pagi ini aku datang lagi ke kafe yang aku kunjungi kemarin bersama kedua sahabatku, tapi bedanya pagi ini aku datang sendiri, aku merasa kebingungan dengan perasaan yang mendesakku agar berkunjung ke kafe ini. Coklat panasnya mungkin ?
Aku masuk ke dalam dan melangkah ke tempat yang aku duduki kemarin. Hanya saja sudah ada seorang pria yang duduk disana, dengan secangkir kopi di hadapannya.
Aku terus melangkah ke meja itu, tapi aku mengurungkan niatku saat sadar kelakuanku sudah diluar batas, bukankah masih banyak kursi yang lain? Kenapa aku harus memilih kursi yang telah ditempati oleh orang lain sedangkan kursi yang terlihat kosongpun banyak. Tapi... tunggu, bukankah laki-laki itu adalah laki-laki yang aku lihat kemarin, laki-laki yang bermain hujan dan laki-laki di depan lampu merah dengan payung transparan miliknya.
Hari ini laki-laki itu menggunakan kemeja hitam pas badan, aku memang sudah duduk di tempat pilihanku tapi aku masih menginginkan untuk duduk disudut ruangan dan didekat kaca, dengan keberanian yang berusaha aku kumpulkan, aku mulai beranjak dari tempat duduk ku dan menghampiri laki-laki itu. “Permisi...” sapaku sesopan mungkin “Ya” sahut laki-laki itu sambil mendongak, detik berikutnya dia terlihat seperti seseorang yang terkejut atau mungkin hanya perasaanku saja.
“Boleh aku duduk disini? Aku suka duduk disudut ruangan, dan didekat kaca...” tanyaku dengan canggung, bagaimana tidak sekarang posisiku seolah-olah aku adalah seorang gadis labil yang sedang mengejar cinta pertamanya ckckck... “Ya, tentu”jawabnya dengan seulas senyum sambil membereskan barang-barangnya diatas meja dan memindahkannya keatas bangku yang kosong disebelahnya.
            tidak lama kemudian seorang pelayan mendatangi tenpat dudukku, aku memesan coklat panas seperti kemarin, aku memandangi gerimis yang menggantikan hujan deras yang turun pagi sebelumnya. Gerimis selalu lebih menyenangkan menurutku, gerimis membuat pakaianku tidak terlalu basah dan suara gerimis lebih ringan saat membentur tanah. Pesananku akhirnya datang setelah beberapa menit kemudian, aku langsung menyesap coklat panas milikku setelah coklat milikku sudah cukup dingin untuk ku minum. Tapi tunggu? Kenapa rasanya bisa berubah? Aku memandangi jam tangan milikku, gawat aku lupa jika memiliki janji pergi ke 21 untuk menonton film terbaru bersama Vania dan Kira. Coklat milikku masih cukup banyak tapi kepalaku sudah mulai terasa pusing.
“Ada apa?” tanya laki-laki didepanku
“Coklat ini berbeda” dengan intonasi nada yang terdengar seperti orang kebingungan.
“Apa maksudmu?”
“Coklat ini berbeda dengan coklat yang aku minum kemarin”
 “Bagaimana kau bisa...”
“Aku tahu karena coklat yang aku minum kemarin terasa begitu ringan, dan hingga tegukan terakhir aku tidak merasakan pusing seperti sekarang. Baiklah aku pergi dulu. Terima kasih telah mengizinkanku duduk disini” ujarku sambil tersenyum.
            Sejak hari itu, hari dimana dengan tidak tahu malunya aku memaksakan diriku agar duduk disudut ruangan kafe didekat kaca, dan aku dengan terpaksa harus duduk bersama seorang laki-laki, yang ternyata adalah orang yang aku perhatikan dan orang yang mendapatkan gelar kekanak-kanakan dariku. Hari selanjutnya aku bertemu lagi dengan laki-laki itu, tapi bukan... bukan di kafe. Aku bertemu dengannya di PTM saat tidak sengaja kami jalan berpapasan dan memutuskan untuk berkeliling bersama.
Selalu seperti itu kami selalu bertemu dalam begitu banyak ketidaksengajaan yang terlihat seperti disengaja, seperti pagi ini aku bertemu lagi dengan laki-laki itu di pantai Panjang, apa ada kebetulan yang selalu terjadi seperti ini?
Hari ini laki-laki itu mengunakan kaos hitam polos dengan jaket biru dongker bahan kaus yang terlihat santai. Laki-laki itu duduk diam diatas pasir pantai dengan kepala yang mendongak keatas seolah-oleh sedang menghirup aroma sesuatu.
“Sebentar lagi hujan” gumam laki-laki itu pelan, apa dia sadar kalau aku sudah cukup lama berdiri disini “aku bisa mencium aromanya.apa kau membawa payung Anna?”
“Kau... tahu aku disini? Dan...” aku kurang yakin untuk melanjutkan pertannyaanku, jujur aku takut menyinggungnya “Bisa mencium bau hujan?” laki-laki itu mengangguk sambil tersenyum “Ya tentu saja aku tahu, dan hujan memiliki bau yang sangat khas, seperti bau tanah yang basah. Atau mungkin karat” laki-laki itu masih asik dengan kegiatannya sambil memejamkan kedua matanya, tapi sesaat kemudian matanya terbuka dan dia mulai bersuara “Ayo pulang bersama, sebelum hujan turun” aku berjalan beriringan dengannya, jujur aku bahkan belum tahu siapa namanya, sedangkan dia sudah tahu siapa namaku, tidak mengherankan memang karena setiap pelanggan di kafe coklat miliknya harus menuliskan nama mereka didaftar tamu.
Kami berhenti tepat didepan pintu kafe miliknya “Ingin mampir? Jika iya aku akan membuatkan coklat panas untukmu” “Apa itu gratis?” tanyaku sambil memperlihatkan senyum asimetris milikku “Ya tentu, ini gratis. Aku tahu saat kunjungan terakhirmu kemari kau merasa tidak puas dengan rasa coklat yang kami berikan, jadi hari ini aku akan memperbaikinya” ucap laki-laki itu sambil tersenyum dan berlalu menuju dapur, dia membuatkan coklat panas untukku setelah beberapa menit menunggu akhirnya coklat panas buatannya selesai, aku meminum tegukan pertamaku dengan perasaan terkejut, jadi dia orang yang membuat coklat panas pertamaku pagi itu, “Aku suka rasanya, ini sangat ringan dan manis” jawabku sambil tersenyum. “Mau menikmati coklat panas dilantai atas, kita bisa menikmati hujan secara langsung” aku hanya menganggukan kepalaku sebagai respon bahwa aku menyetujui saran darinya, meskipun aku kurang menyukai hujan tapi aku akan berusaha menghargai orang lain, di lantai dua aku bisa langsung melihat tetesan air yang langsung mengenai lantai dan aku juga bisa melihat ekspresi bahagia dari laki-laki itu, “Apa yang membuatmu begitu menikmati hujan? Aku fikir tidak ada yang istimewa dari tetesan hujan ini?“ tanyaku pada seseorang yang berada tepat disampingku, laki-laki itu menolehkan kepalanya menghadapku sambil tersenyum “ benarkah? Lalu apa salahnya menikmati hujan? Kenapa semua orang harus menggerutu jika bertemu dengan hujan? Aku suka hujan, mereka sangat menyejukan bahkan menenangkan. Apa orang-orang tidak sadar jika tubuh mereka akan lebih rileks jika melihat atau mendengar suara hujan? Itulah alasannya mengapa banyak yang merasa mengantuk saat hujan “
“ Apakah kau sedang berusaha mengguruiku “ tanyaku dengan nada sakratis “ Tidak, aku hanya menyampaikan pendapatku saja “ jawabnya dengan acuh tak acuh sambil mengangkat bahunya sekilas.
“Emm... apa kau merasakan ketidak adilan disini?” tanyaku pada seorang pria yang masih asik bermain hujan “Ketidak adilan?” tanyanya sambil mengerutkan kedua alisnya “Maksudmu ?” tanyanya lagi
“Begini, bukankah kau sudah mengetahui siapa namaku ?” pertannyaanku hanya direspon dengan anggukan “Lalu? Apa masalahnya?” astaga, apakah pemikirannya memang begitu lambat, aku mengambil nafasku berat dan mengeluarkannya secara berlahan “Siapa namamu? Itu hal yang ingin aku tanyakan padamu” ujarku to the point tapi laki-laki itu hanya tersenyum dan berkata “Besok datanglah ke Gramedia, dan ayo kita berkenalan dengan benar” aku hanya menganggukan kepalaku sebagai tanda setuju.
****
            Pria itu memarkirkan mobilnya di tempat parkir yang telah disediakan, mengembangkan payungnya sebelum turun dari mobil dan mengunci pintunya terlebih dahulu. Hujan turun cukup deras dan ramalancuaca memprediksi bahwa kota Bengkulu akan mendung seharian.
            Pria itu baru saja melangkahkan kakinya memasuki plataran Mega Mall saat melihat sosok lain yang berjalan menuju tempat yang sama dari arah yang berlawanan, kali ini dengan gaun terusanbiru dongker dibawah lutut dan cardigan putih, rambutnya yang ikal dijalin longgar, dan payung transparan yang dibawanya. Tanpa sadar laki-laki itu menahan nafasnya saat melihat gadis yang membuat janji dengannya sekarang tepat berdiri dihadapannya.
“Hai, aku Vano” ujar laki-laki itu sambil tersenyum dan mengulurkan tangannya, saat gadis itu sudah berada didepannya, sedangkan lawan bicaranya hanya terkekeh merasa lucu dengan kejadian ini, gadis itu menatap uluran tangan laki-laki tersebut cukup lama yang pada akhirnya membiarkan tangannya menyentuh telapak tangan Vano yang terulur dan menggenggamnya ringan.
“Anna” ucap gadis itu pada akhirnya diiringi dengan sebuah senyuman, dan berjalan beriringan menuju Gramedia.
            Saat itu, akhirnya mereka tahu bahwa tidak ada yang namanya kebetulan, karena tidak mungkin mereka bersama tanpa direncanakan. Kau tahu, orang-orang sering berkata jika pertemuan tiga kali berturut-turut tanpa direncanakan itu adalah pertanda kalian berjodoh.


THE END




saya tahu cerita ini, cerita paling gaje tingkat dewa, tapi bagi yang baca tolong RCL ya :) (Read+Comment+Like).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar