Langit kota Bengkulu terlihat sedikit mendung, tetesan air dari langit
mulai jatuh membasahi bumi, aku yang tengah duduk di pasir pantai Panjang pun
dengan terpaksa harus lari mencari tempat berteduh. Aku berlari-lari kecil
memasuki plataran sebuah kafe, menyapu butiran air yang menetes di baju yang
aku kenakan dengan tangan, kafe ini tidak terlalu ramai hanya beberapa orang
yang terlalu sibuk dengan obrolan santai mereka dan tidak perduli dengan
sekitar. Aku mengedarkan pandanganku kesemua sudut ruangan dan memutuskan untuk
duduk di dekat jendela yang tampak kabur karena tetesan air hujan diluar. Dari
tempat dudukku aku dapat melihat pemandangan dari tiga sudut sekaligus yaitu
pemandangan deburan ombak yang menggulung tinggi disertai angin yang kencang,
orang-orang yang berlalu-lalang menghindar dari hujan, serta pemandangan
jalanan yang dipenuhi dengan mobil-mobil yang bolak-balik. Deringan ponsel
milikku menghentikan kegiatanku menatap apa yang ada dibalik kaca kafe ini
‘kau dimana ? kami kembali lagi kepantai dan mencari-carimu’
itu pesan singkat yang
dikirimkan oleh sahabatku Vania, dengan cekatan aku mengetikkan beberapa kata
untuk membalas pesan Vania yang memberitahukan pada mereka bahwa aku berada
dikafe dekat pantai Panjang, tidak lama kemudian aku melihat dua orang sedang
berlarian menuju kafe ini dengan menutupi kepala mereka menggunakan tas yang
mereka bawa. Mereka berdua sahabatku Vania dan Kira, dua orang yang dengan
tega-teganya meninggalkan aku yang sedang asik menikmati pasir pantai disertai
deburan ombak yang sesekali menghantap kakiku sedangkan mereka berkeliling dan
mencari pernak-pernik di pusat perbelanjaan yang dekat dari pantai yaitu BIM.
Aku menyandarkan punggungku kekursi dan melipat tanganku didepan dada,
entah kenapa aku begitu tertarik memandangi seorang pria yang berjalan
menggunakan payung transparan miliknya,bukan... bukan karena dia tampan tapi
karena aku melihat tingkahnya yang begitu kekanak-kanakan, benar-benar tidak
sesuai dengan penampilan yang ia tunjukkan, bagaimana tidak, dengan postur
tubuh yang bisa dikatakan ideal untuk seorang model dengan tinggi 178 cm dan
otot-otot yang terlihat kekar ia sangat terlihat mempesona dan jangan lupakan
tentang bagaimana cara ia menata rambutnya, ya rambutnya benar-benar tertata
rapi. Tapi predikat sempurna itu akan langsung ditepis jika kalian melihat
bagaimana kelakuan laki-laki itu yang begitu kekanak-kanakan bermain hujan, dan
terlihat sangat bahagia ketika tetesan air dari langit itu menetes ditelapak
tangannya.
“ Hei !!! jangan suka melamun
itu akan membuatmu lebih cepat terserang penyakit pikun” ujar Kira mengejutkanku
dan aku hanya menanggapinya dengan senyuman, ya... karena aku memang tidak
melamun bahkan aku sangat menyadari kehadiran mereka berdua.
“ Anda ingin memesan sesuatu “ kami bertiga menoleh saat mendengar
suara yang berasal dari arah kanan ku. Dengan berbarengan kami mendongak dan
mengangguk kearah pelayan yang langsung menyodorkan buku menu pada kami.
“ Coklat panas ” jawab kami secara bersamaan tanpa melihat buku menu
terlebih dahulu, kami bertiga tertawa bersamaan saat menyadari kami memiliki
pikiran yang sama.
“Baiklah silahkan menunggu sebentar, saya permisi”
Setelah pelayan itu pergi aku melanjutkan lagi kegiatanku yang sempat
terganggu,laki-laki itu masih memainkan tetesan air hujan yang menetes melewati
jeruji payung miliknya, seorang laki-laki yang dengan polosnya menutup kedua
matanya dan mengadahkan tangannya keatas dan mulai menikmati sejuknya tetesan
air yang mengenai wajahnya, aku penasaran apa yang membuatnya begitu menyukai
hujan,bukankah kegiatan seperti itu hanya ada di drama-drama, dan biasanya
hanya perempuanlah yang melakukan hal itu, aku heran apa yang membuat orang itu
begitu menyukai hujan sedangkan orang lain dengan sangat terburu-buru
menghindar dari hujan? “ Anna kau tahu, kau orang yang terlalu mudah penasaran
dengan apa yang menurutmu itu ganjil, berhentilah melakukan hal itu, tidak
semua orang menyukainya “ ujar Vania memperingatkanku untuk berhenti
memperhatikan orang lain, karena menurutnya itu tindakan yang tidak sopan. “
Ya... aku tahu, tapi ini sangat menarik “ jawabku dengan diiringi kekehan kecil
karena mengingat tingkah konyol laki-laki tadi, tapi... tunggu kemana perginya
laki-laki itu? Dengan rasa penasaran yang begitu membuncah membuatku ingin
sekali menemukan keberadaan laki-laki itu, tunggu bukankah laki-laki yang berdiri
didekat lampu lalu lintas itu adalah laki-laki yang aku lihat tadi? Sejak kapan
dia disana? Tapi apa yang dia lakukan disana bahkan dia tidak bergeming dari
tempatnya saat lampu lalu lintas menunjukkan warna merah, aku tidak tahu pasti
apa yang laki-laki itu lakukan tapi... dia mendongakkan kepalanya keatas
menatap langit dengan mata terpejam,
“Hei... coba kalian lihat orang yang berdiri didekat lampu lalu lintas
itu aku merasa bahwa dia sedang mencium bau sesuatu, lihatlah bahkan dia tidak
memperdulikan tetesan air yang mulai membasahi wajahnya “ ujarku pada kedua
sahabatku yang memang sedang melakukan hal yang sama sepertiku yaitu
memperhatikan orang-orang yang berlalu lalang “ Ya... aku melihatnya dia
laki-laki yang tampan “ komentar sahabatku Kira “ Tentu kami melihatnya Anna,
dia laki-laki yang sedari tadi kau perhatikan bukan? “ aku heran kenapa Vania
suka sekali menggodaku, baiklah aku akui, aku memang memperhatikan laki-laki
itu sedari tadi, tapi apakah dia harus memperjelas kegiatanku ckckck...
menyebalkan. “Oh... benarkah, sahabat kita Anna sedari tadi sedang memperhatikan
seorang laki-laki?” tanya sahabatku Kira dengan ekspresi terkejut yang kentara
sekali dibuat-buat, aku mengangkat bahuku sekilas sebagai respon dan mulai
hanyut lagi dengan kegiatanku memandangi laki-laki yang masih berdiri didekat
lampu lalu lintas, laki-laki itu melakukannya cukup lama, sampai lampu lintas
sudah berganti warna hijau dan merah kembali. Tapi kali ini laki-laki itu
sepertinya sadar untuk segera bergerak bergabung dalam kerumunan orang-orang
yang berlalu lalang.
Aku sedikit menahan nafas saat melihat laki-laki itu berhenti didepan
kafe dan tersenyum kearah seseorang yang sepertinya berdiri didepan pintu kafe,
karena posisiku yang sekarang aku tidak bisa melihat siapa orang itu.
****
“Kau melakukannya lagi, menghirup
aroma hujan kesukaanmu sampai lupa waktu? Kali ini kau melakukannya dimana?”
laki-laki yang dicecar pertannyaan oleh ibunya itu tersenyum sambil mengacak
rambutnya yang basah terkena air hujan, lalu meletakkan payungnya ke rak payung
yang terletak didepan pintu masuk kafe.
Dari arah itu dia bisa melihat
bagian dalam kafe, dia merasa ada seseorang yang memperhatikannya, dan
menyadari ada tiga orang perempuan yang duduk di sudut kafe itu, tapi hanya ada
satu perempuan yang duduk sendiri dan menghadap kearahnya sedangkan kedua
temannya duduk didepannya dan memunggungi laki-laki itu. Gadis itu menoleh
kearah lain, jadi dia tidak perlu merasa takut ketahuan jika dia sedari tadi
memperhatikan laki-laki itu.
Kesan pertamanya adalah gadis itu
tampak cantik dalam balutan kemeja putih polos pas badan miliknya dengan jeans
warna biru dan rambut ikal miliknya yang di ikat ekor kuda, sederhana tapi
mempesona, jangan lupakan aura dingin yang sangat kentara benar-benar terlihat
seperti seorang gadis yang tertutup.
Laki-laki itu menggelengkan
kepalanya, berusaha menjernihkan pikirannya lagi. Ini bukan waktu yang tepat
untuk memperhatikan penampilan seorang gadis bukan?
“ Hanya di lampu merah seberang “ jawab laki-laki itu singkat, untuk
menjawab pertannyaan ibunya tadi, lalu melangkah masuk ke dalam kafe, langsung
menuju dapur yang dipenuhi aroma kue, kopi, dan tentu saja coklat.
“ Aku tidak pernah mengerti dengan hobimu yang satu ini” cetus ibunya
tidak habis fikir dengan sifat anaknya, sebelum ini anaknya adalah seorang laki-laki
yang dingin dan tidak pernah perduli dengan sekitarnya, tapi semenjak kematian
kekasihnya tahun lalu laki-laki itu berubah 180 derajat. Kekasihnya meninggal
karena tergulung ombak di pantai Panjang, meski masih sempat dibawa ke rumah
sakit dalam kondisi sekarat, tapi kemudian meninggal keesokan harinya, setelah
meninggalkan pesan terakhirnya, inti dari pesan itu adalah bahwa kekasihnya
menginginkan laki-laki itu menjadi seorang pribadi yang lebih hangat dan ceria,
bukan pribadi yang tertutup dan tidak perduli dengan sekitarnya. Sesuatu yang
kemudian diinterpretasikan oleh anaknya menjadi sesuatu yang mengikuti hobi
kekasihnya, yaitu selalu menikmati hujan didekat pantai lalu beranjak dan
menghirup aroma hujan didekat lampu lalu lintas.
“ Ini
tepat satu tahun, kau ingat janjimu? “ tanya ibunya memastikan.
Laki-laki itu menganggukan kepalanya,
ya hari ini tepat satu tahun masa berkabung bagi Vano, dia harus mencoba untuk
membuat kue, kopi, dan coklat lagi di kafe ini, bagaimanapun juga kafe ini
adalah tanggung jawabnya, apakah harus dia membebankan tanggung jawabnya pada
ibunya? Sedangkan ibunya selalu khawatir memikirkan bagaimana dirinya selama
ini.
“ Kau
tahu coklat panas buatanmu itu adalah minuman yang paling enak didunia “
“Sebagai satu-satunya hal yang bisa aku
lakukan dengan sangat baik didapur, tentu saja aku harus menjadi yang terhebat”
ucap Vano sambil menyunggingkan senyumnya “Pesanan mana yang belum dibuat? “
tanya Vano pada ibunya.
“Semuanya sudah selesai tinggal diantarkan,
tunggu saja pelanggan berikutnya” ujar ibunya tanpa melihat salah satu
karyawannya tengah kerepotan membuat coklat panas dengan wajah yang terlihat
sedang menahan sesuatu.
“Bos... tolong bantu Nina, dia punya sedikit
kendala disini, aku tahu ini tidak sopan tapi... kau yang terbaik dalam urusan
ini” panggil seorang pegawai dengan cekatan Vano menghampiri pegawai yang
dimaksud tadi.
“Coklat panas ini untuk siapa ?” tanya Vano
pada pelayan tersebut, pelayan itu menunjuk kearah tiga orang perempuan yang
sedang asik mengobrol disudut ruangan kafe dekat jendela. “ Kenapa hanya dua? Bukankah
ada tiga orang yang duduk disana?” tanya Vano pada pelayanan itu “Bos maaf tapi
saya harus ke toilet sekarang tidak apa-apa bukan, jika bos yang membuat satu
coklat panas lagi?” tanya pelayanan itu dengan wajah bersalah, Vano hanya
menganggukkan kepalanya sebagai respon.
“Fabian... “ panggil Vano pada
seorang pelayan kafe miliknya “ Ya bos, ada apa? “ “Tolong kamu bawa coklat
panas ini ke meja yang ada disudut ruangan, tapi tolong hanya berikan pada
kedua perempuan yang duduk bersebelahan saja, biarkan yang duduk sendiri aku
yang membuat coklat panas miliknya” intruksi Vano pada pelayan kafe miliknya
sambil menunjuk tempat duduk yang berada disudut ruangan kafe dekat jendela.
“Coklat panas pertamaku harus untuk
pelanggan yang istimewa, bukankah begitu bu?” tanya Vano sambil menyunggingkan
senyum asimetris miliknya. “Baiklah terserah kau saja “ tandas ibunya, sambil
memberi tanda agar pelayan itu segera mengantarkan coklat panas pesanan
pelanggan mereka. Diam-diam ibunya tersenyum melihat anaknya kembali, anaknya
yang sekarang tidak akan menutup hatinya lagi, buktinya entah disadari ataupun
tidak oleh Vano tapi dia sudah mulai membuka hatinya lagi untuk seorang gadis
manis yang duduk bersama teman-temannya disudut ruangan. Didalam hati ibu
laki-laki itu terselip harapan sederhana untuk putranya, semoga putranya akan
segera terbebas dari bayang-bayang masa lalu, ya itulah harapan sederhana
seorang ibu, selalu dan selalu mendoakan kebaikan untuk anak-anaknya.
Vano tidak pernah melupakan
bagaimana cara membuat coklat panas, resepnya, bahkan tehnik khususnya pun
masih sangat dia ingat. Saat itu... ada setitik harapan untuk orang pertama
yang mencicipi coklat panas pertamanya setelah satu tahun berlalu dalam penuh
kesedihan, satu harapan sederhananya adalah semoga gadis itu menyukai coklat
panas buatannya, harapan lainnya semoga coklat buatannya bisa menjadi sumber
energi untuk gadis itu mengawali pagi yang indah, dari siang yang mendung, dan
malam yang melelahkan.
****
“Permisi nona... ini pesanan anda,
maaf untuk pesanan satu cangkir coklat panas lagi harap menunggu” ujar
pelayanan itu pada kami bertiga sambil meletakkan kedua cangkir coklat panas
didepan Vania dan Kira. Haahh... menyebalkan kenapa aku harus yang menunggu
lagi untuk menikmati coklat panas pertamaku di pagi ini? Baiklah kontrol
emosimu Anna, bukankah akan sangat memalukan jika kau marah-marah hanya karena
secangkir coklat panas, bahkan itu sangat-sangat memalukan sekaligus
kekanak-kanakan.
Coklat panas pertamaku pagi ini,
hangat dengan aroma khas yang menguar, manis bercampur wangi yang menenangkan.
Aku mengangkat cangkir coklat panas
milikku dan mendekatkannya ke mulut, merasakan sesapan pertama dari coklat
panas milikku, manis dan ada rasa hangat menyenangkan yang mengalir dari
tenggorokan ke perutku. Aku sudah mencoba berbagai jenis coklat panas yang
dijual di Bengkulu, tapi kali ini aku datang ketempat ini, membuatku sedikit
merasa menyesal karena sudah melewatkan coklat panas terenak yang pernah aku
cicipi, ini bayaran yang setimpal karena aku menunggu terlalu lama coklat panas
pesananku, ternyata rasanya benar-benar menakjubkan. “Ini benar-benar coklat
terenak yang pernah aku minum, bagaimana menurut kalian berdua?” tanyaku pada
kedua sahabatku meminta persetujuan dari mereka, tapi mereka hanya menatapku
bingung “Apa maksudmu Anna? Kau terlalu berlebihan, rasanya sama saja dengan
coklat panas yang sering kita beli, bukankah begitu Vani?” Vania hanya
menganggukan kepalanya sebagai respon pertannyaan Kira, “Benarkah, rasanya sama
saja? Tapi sungguh, coklat panas milikku terasa sangat enak, jika kalian tidak
mempercayainya coba saja coklat panas milikku” aku berusaha menjelaskan pada mereka
dan membiarkan mereka mencoba coklat panas milikku “ kau benar Anna, rasanya
berbeda, entahlah tapi ini terasa benar-benar sesuai takaran, ya... walaupun
aku tidak tahu seperti apa itu coklat panas yang sesuai takaran, tapi menurutku
seperti rasa coklat panas milikmu” ujar Vania menjelaskan panjang lebar pada
kami, mereka mengatakan aku berlebihan tapi ternyata respon mereka lebih
berlebihan dariku, apa itu coklat panas yang sesuai takaran? Bahkan dia
mengatakan bahwa dia tidak tahu seperti apa itu coklat panas yang sesuai
takaran, benar-benar gadis aneh ckckck.
Hujan
perlahan-lahan mulai reda, aku meminum tegukan terakhir coklat milikku, bersiap
untuk merasakan sedikit rasa pusing yang akan terjadi akibat meminum coklat, entahlah
aku sedikit aneh dengan kodisi tubuhku, aku menyukai coklat, tapi aku harus
rela merasakan pusing selama 5 menit setelah coklatnya habis. Tapi di detik
yang sama, tepat cairan itu mengalir masuk kedalam kerongkonganku sambil
menghitung didalam hati 1 sampai 5 aku tertegun karena tidak merasakan rasa
pusing yang biasanya selalu terjadi setelah aku meminum coklat panas,entah
mengapa tapi aku merasa setiap tegukan yang aku lakukan terasa ringan dan
manis. “Hujan mulai berhenti, bagaimana jika setelah ini kita ke daerah Pasar Minggu,
lalu kita berkeliling Mega Mall, kita menonton di 21 lalu kita__” Kira memotong
ucapanku dengan wajah yang terlihat syok, ada apa dengan wajahnya? Mengapa
harus mengeluarkan ekspresi seperti itu ? “Anna, kau tidak merasakan pusing
setelah meminum coklat panas? Wahh... hebat” dia menunjukkan wajahnya yang
terlihat seperti orang bodoh, baiklah ini memang mengagumkan tapi, apakah harus
dia mengeluarkan wajah bodohnya secara terang-terangan seperti itu? Jika kalian
penasaran bagaiaman ekspresi Vania saat ini maka jawabannya, ekspresinya hampir
sama seperti yang di tunjukkan oleh Kira. Aku tidak habis fikir mengapa mereka
harus berlebihan seperti itu.
“Ayo
mau sampai kapan kalian disini, sekarang hujan mulai reda kita harus
melanjutkan kegiatan kita yang sempat tertunda” seru Kira dengan semangat yang
menggebu-gebu, ya... mungkin ini yang membuat persahabatan kami tetap bertahan,
sifat yang berbeda-beda dan kepribadian yang berbeda pula, aku merasa kami
saling mempercayai satu sama lain karena disaat satu orang merasa lelah maka
yang lainnya akan saling menguatkan dan saling menghibur, sekarang aku sadar
makna dari kata-kata temanmu menunjukkan siapa dirimu, karena memang begitulah
kenyataanya.
Kamipun
beranjak dari tempat duduk kami dan berjalan menuju kasir, membayar coklat
panas pesanan kami, dan berniat untuk pergi, tapi aku mengurungkan niatku dan
berbalik menatap seseorang yang menjaga meja kasir. “Tolong katakan pada orang
yang membuat coklat panas untukku, terima kasih coklatnya sangat enak, dan aku
menyukai efek terakhir yang aku rasakan. Dia hebat” ujarku pelan pada penjaga
kasir itu sambil tersenyum.
****
Laki-laki
itu menghentikan langkahnya di depan sebuah makam, kemudian berdo’a lalu
setelahnya dia meletakkan bunga lili putih yang dibawanya keatas pusara.
Matahari tidak bersinar terlalu cerah karena tertutup awan, cuaca yang selalu
disukai oleh kekasihnya, cuaca yang selalu di nanti-natikan oleh orang yang kini
telah terbaring dengan damai didalam pusara yang laki-laki itu kunjungi.
Mungkin akan terlihat sedikit aneh jika dia berbicara seorang diri didepan
sebuah makam, oleh karena itu Vano lebih memilih memejamkan matanya dan
bermonolog didalam hati.
‘Hai...
hari ini tepat satu tahun aku
kehilanganmu’ucapnya sambil tersenyum tipis dengan kedua matanya
yang masih terpejam
‘Hari
ini adalah hari terakhir masa berkabungku, jadi setelah ini aku akan bersikap
seperti Vano yang dulu. Tapi tenanglah, aku akan mencoba untuk bersikap lebih
perduli dengan orang-orang disekitarku, dan kau tahu sekarang aku mulai
terbiasa dengan kegiatan yang sering kau lakukan dulu yaitu menikmati hujan.
Ya... dan sekarang aku juga mengerti mengapa kau begitu menikmati hujan’
‘Re, aku membuat coklat panas pertamaku tadi
pagi, orang itu mengucapkan terima kasih, kau harus tahu dia sangat cantik dan
aku harap kau tidak cemburu dengan itu semua,. Dia bilang dia menyukai rasa
coklat panas buatanku, persis sepertimu hanya yang membedakan kalian adalah
sifatmu yang periang dan feminim sedangkan dia terlihat sedikit tomboy’ laki-laki itu menarik
nafasnya berat kemudian mengeluarkanya dengan perlahan, dengan posisi yang
masih sama, memejamkan keduamatanya ‘aku fikir aku menyukainya, maaf Re tapi aku menyukai
gadis itu tanpa sebuah alasan, apa boleh aku menyukainya Re? Kau mengizinkanku
bukan?’dan seperti de javu angin lembut yang tiba-tiba muncul itu
menerpa wajahnya dan bersamaan dengan itu Vano mendengan suara seseorang yang
sangat ia kenali mengatakan‘Ya tentu kau boleh melakukannya, aku senang kau bisa
melanjutkan hidupmu dengan benar’ujar suara itu mengalun lembut,
selembut kapas dan berlahan-lahan laki-laki itupun membuka matanya dan berjalan
berlahan menuju pintu keluar pemakaman.
****
Pagi
ini aku datang lagi ke kafe yang aku kunjungi kemarin bersama kedua sahabatku,
tapi bedanya pagi ini aku datang sendiri, aku merasa kebingungan dengan
perasaan yang mendesakku agar berkunjung ke kafe ini. Coklat panasnya mungkin ?
Aku masuk ke dalam dan melangkah ke tempat
yang aku duduki kemarin. Hanya saja sudah ada seorang pria yang duduk disana,
dengan secangkir kopi di hadapannya.
Aku terus melangkah ke meja itu, tapi aku
mengurungkan niatku saat sadar kelakuanku sudah diluar batas, bukankah masih
banyak kursi yang lain? Kenapa aku harus memilih kursi yang telah ditempati
oleh orang lain sedangkan kursi yang terlihat kosongpun banyak. Tapi... tunggu,
bukankah laki-laki itu adalah laki-laki yang aku lihat kemarin, laki-laki yang
bermain hujan dan laki-laki di depan lampu merah dengan payung transparan
miliknya.
Hari ini laki-laki itu menggunakan kemeja hitam
pas badan, aku memang sudah duduk di tempat pilihanku tapi aku masih
menginginkan untuk duduk disudut ruangan dan didekat kaca, dengan keberanian
yang berusaha aku kumpulkan, aku mulai beranjak dari tempat duduk ku dan
menghampiri laki-laki itu. “Permisi...” sapaku sesopan mungkin “Ya” sahut
laki-laki itu sambil mendongak, detik berikutnya dia terlihat seperti seseorang
yang terkejut atau mungkin hanya perasaanku saja.
“Boleh aku duduk disini? Aku suka duduk disudut
ruangan, dan didekat kaca...” tanyaku dengan canggung, bagaimana tidak sekarang
posisiku seolah-olah aku adalah seorang gadis labil yang sedang mengejar cinta
pertamanya ckckck... “Ya, tentu”jawabnya dengan seulas senyum sambil
membereskan barang-barangnya diatas meja dan memindahkannya keatas bangku yang
kosong disebelahnya.
tidak lama kemudian seorang pelayan mendatangi tenpat dudukku, aku memesan coklat panas seperti kemarin, aku memandangi gerimis yang menggantikan hujan deras yang turun pagi sebelumnya. Gerimis selalu lebih menyenangkan menurutku, gerimis membuat pakaianku tidak terlalu basah dan suara gerimis lebih ringan saat membentur tanah. Pesananku akhirnya datang setelah beberapa menit kemudian, aku langsung menyesap coklat panas milikku setelah coklat milikku sudah cukup dingin untuk ku minum. Tapi tunggu? Kenapa rasanya bisa berubah? Aku memandangi jam tangan milikku, gawat aku lupa jika memiliki janji pergi ke 21 untuk menonton film terbaru bersama Vania dan Kira. Coklat milikku masih cukup banyak tapi kepalaku sudah mulai terasa pusing.
tidak lama kemudian seorang pelayan mendatangi tenpat dudukku, aku memesan coklat panas seperti kemarin, aku memandangi gerimis yang menggantikan hujan deras yang turun pagi sebelumnya. Gerimis selalu lebih menyenangkan menurutku, gerimis membuat pakaianku tidak terlalu basah dan suara gerimis lebih ringan saat membentur tanah. Pesananku akhirnya datang setelah beberapa menit kemudian, aku langsung menyesap coklat panas milikku setelah coklat milikku sudah cukup dingin untuk ku minum. Tapi tunggu? Kenapa rasanya bisa berubah? Aku memandangi jam tangan milikku, gawat aku lupa jika memiliki janji pergi ke 21 untuk menonton film terbaru bersama Vania dan Kira. Coklat milikku masih cukup banyak tapi kepalaku sudah mulai terasa pusing.
“Ada apa?” tanya laki-laki didepanku
“Coklat ini berbeda” dengan intonasi nada yang
terdengar seperti orang kebingungan.
“Apa maksudmu?”
“Coklat ini berbeda dengan coklat yang aku minum
kemarin”
“Bagaimana
kau bisa...”
“Aku tahu karena coklat yang aku minum kemarin
terasa begitu ringan, dan hingga tegukan terakhir aku tidak merasakan pusing
seperti sekarang. Baiklah aku pergi dulu. Terima kasih telah mengizinkanku
duduk disini” ujarku sambil tersenyum.
Sejak
hari itu, hari dimana dengan tidak tahu malunya aku memaksakan diriku agar
duduk disudut ruangan kafe didekat kaca, dan aku dengan terpaksa harus duduk
bersama seorang laki-laki, yang ternyata adalah orang yang aku perhatikan dan
orang yang mendapatkan gelar kekanak-kanakan dariku. Hari selanjutnya aku
bertemu lagi dengan laki-laki itu, tapi bukan... bukan di kafe. Aku bertemu
dengannya di PTM saat tidak sengaja kami jalan berpapasan dan memutuskan untuk
berkeliling bersama.
Selalu seperti itu kami selalu bertemu dalam
begitu banyak ketidaksengajaan yang terlihat seperti disengaja, seperti pagi
ini aku bertemu lagi dengan laki-laki itu di pantai Panjang, apa ada kebetulan yang
selalu terjadi seperti ini?
Hari ini laki-laki itu mengunakan kaos hitam polos
dengan jaket biru dongker bahan kaus yang terlihat santai. Laki-laki itu duduk
diam diatas pasir pantai dengan kepala yang mendongak keatas seolah-oleh sedang
menghirup aroma sesuatu.
“Sebentar lagi hujan” gumam laki-laki itu pelan, apa
dia sadar kalau aku sudah cukup lama berdiri disini “aku bisa mencium
aromanya.apa kau membawa payung Anna?”
“Kau... tahu aku disini? Dan...” aku kurang yakin
untuk melanjutkan pertannyaanku, jujur aku takut menyinggungnya “Bisa mencium
bau hujan?” laki-laki itu mengangguk sambil tersenyum “Ya tentu saja aku tahu,
dan hujan memiliki bau yang sangat khas, seperti bau tanah yang basah. Atau
mungkin karat” laki-laki itu masih asik dengan kegiatannya sambil memejamkan
kedua matanya, tapi sesaat kemudian matanya terbuka dan dia mulai bersuara “Ayo
pulang bersama, sebelum hujan turun” aku berjalan beriringan dengannya, jujur
aku bahkan belum tahu siapa namanya, sedangkan dia sudah tahu siapa namaku,
tidak mengherankan memang karena setiap pelanggan di kafe coklat miliknya harus
menuliskan nama mereka didaftar tamu.
Kami berhenti tepat didepan pintu kafe
miliknya “Ingin mampir? Jika iya aku akan membuatkan coklat panas untukmu” “Apa
itu gratis?” tanyaku sambil memperlihatkan senyum asimetris milikku “Ya tentu,
ini gratis. Aku tahu saat kunjungan terakhirmu kemari kau merasa tidak puas
dengan rasa coklat yang kami berikan, jadi hari ini aku akan memperbaikinya”
ucap laki-laki itu sambil tersenyum dan berlalu menuju dapur, dia membuatkan
coklat panas untukku setelah beberapa menit menunggu akhirnya coklat panas
buatannya selesai, aku meminum tegukan pertamaku dengan perasaan terkejut, jadi
dia orang yang membuat coklat panas pertamaku pagi itu, “Aku suka rasanya, ini
sangat ringan dan manis” jawabku sambil tersenyum. “Mau menikmati coklat panas
dilantai atas, kita bisa menikmati hujan secara langsung” aku hanya
menganggukan kepalaku sebagai respon bahwa aku menyetujui saran darinya,
meskipun aku kurang menyukai hujan tapi aku akan berusaha menghargai orang
lain, di lantai dua aku bisa langsung melihat tetesan air yang langsung
mengenai lantai dan aku juga bisa melihat ekspresi bahagia dari laki-laki itu, “Apa yang membuatmu begitu menikmati hujan? Aku
fikir tidak ada yang istimewa dari tetesan hujan ini?“ tanyaku pada seseorang
yang berada tepat disampingku, laki-laki itu menolehkan kepalanya menghadapku
sambil tersenyum “ benarkah? Lalu apa salahnya menikmati hujan? Kenapa semua
orang harus menggerutu jika bertemu dengan hujan? Aku suka hujan, mereka sangat
menyejukan bahkan menenangkan. Apa orang-orang tidak sadar jika tubuh mereka
akan lebih rileks jika melihat atau mendengar suara hujan? Itulah alasannya
mengapa banyak yang merasa mengantuk saat hujan “
“ Apakah kau sedang berusaha mengguruiku “ tanyaku dengan nada sakratis
“ Tidak, aku hanya menyampaikan pendapatku saja “ jawabnya dengan acuh tak acuh
sambil mengangkat bahunya sekilas.
“Emm... apa kau merasakan ketidak adilan disini?” tanyaku pada seorang
pria yang masih asik bermain hujan “Ketidak adilan?” tanyanya sambil
mengerutkan kedua alisnya “Maksudmu ?” tanyanya lagi
“Begini,
bukankah kau sudah mengetahui siapa namaku ?” pertannyaanku hanya direspon
dengan anggukan “Lalu? Apa masalahnya?” astaga, apakah pemikirannya memang
begitu lambat, aku mengambil nafasku berat dan mengeluarkannya secara berlahan
“Siapa namamu? Itu hal yang ingin aku tanyakan padamu” ujarku to the point tapi
laki-laki itu hanya tersenyum dan berkata “Besok datanglah ke Gramedia, dan ayo
kita berkenalan dengan benar” aku hanya menganggukan kepalaku sebagai tanda
setuju.
****
Pria
itu memarkirkan mobilnya di tempat parkir yang telah disediakan, mengembangkan
payungnya sebelum turun dari mobil dan mengunci pintunya terlebih dahulu. Hujan
turun cukup deras dan ramalancuaca memprediksi bahwa kota Bengkulu akan mendung
seharian.
Pria
itu baru saja melangkahkan kakinya memasuki plataran Mega Mall saat melihat
sosok lain yang berjalan menuju tempat yang sama dari arah yang berlawanan,
kali ini dengan gaun terusanbiru dongker dibawah lutut dan cardigan putih,
rambutnya yang ikal dijalin longgar, dan payung transparan yang dibawanya.
Tanpa sadar laki-laki itu menahan nafasnya saat melihat gadis yang membuat
janji dengannya sekarang tepat berdiri dihadapannya.
“Hai, aku Vano” ujar laki-laki itu sambil
tersenyum dan mengulurkan tangannya, saat gadis itu sudah berada didepannya, sedangkan
lawan bicaranya hanya terkekeh merasa lucu dengan kejadian ini, gadis itu
menatap uluran tangan laki-laki tersebut cukup lama yang pada akhirnya
membiarkan tangannya menyentuh telapak tangan Vano yang terulur dan
menggenggamnya ringan.
“Anna” ucap gadis itu pada akhirnya diiringi
dengan sebuah senyuman, dan berjalan beriringan menuju Gramedia.
Saat
itu, akhirnya mereka tahu bahwa tidak ada yang namanya kebetulan, karena tidak
mungkin mereka bersama tanpa direncanakan. Kau tahu, orang-orang sering berkata
jika pertemuan tiga kali berturut-turut tanpa direncanakan itu adalah pertanda
kalian berjodoh.
THE
END
saya tahu cerita ini, cerita paling gaje tingkat dewa, tapi bagi yang baca tolong RCL ya :) (Read+Comment+Like).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar